Oleh: Doel Kangpardi
“Ah, sial! Tinggal finishing kenapa turun hujan?“ gumam Ali sembari memandang titik-titik hujan menyerbu halaman.
Tangannya menggenggam segulung kabel DX ukuran 2x16 mm², berdiri termangu di teras. Sesaat badannya membungkuk sembari menengadahkan wajah, menyelidik ke ujung tiang listrik. Rona wajah berkulit sawo matang itu menyiratkan kecewa, dan menilik gestur tubuh, memperlihatkan putus asa. Kalau pekerjaan tidak selesai hari ini berarti harus dilakukan esok hari. Dan itu berarti kerugian, karena waktunya akan habis terbuang untuk pulang dan balik lagi hanya untuk menyelesaikan sambungan rumah itu. Ditambah lagi, lokasinya saat ini cukup terpencil dan tidak mudah dijangkau.
Gerimis masih menyelimuti hari, dan Ali meniti satu demi satu anak tangga menuju puncak tiang listrik. Tenggat waktu harus dikejarnya, agar tidak dua kali kerja. Sesampai di ujung tangga, sejenak ia edarkan pandangan sekedar menikmati jatuhan rintik hujan. Ali menarik napas dalam-dalam, sembari mengeluarkan tang kombinasi dari sabuk peralatan. Dengan sangat hati-hati diraihnya ujung kabel kemudian diarahkan pada titik sambungan dengan tangan kiri.
“Hati-hati mas, jangan sampai salah pegang!” teriak Ibud dari bawah bernada penuh kekhawatiran.
Ali tidak menyahut, konsentrasinya terpusat pada pekerjaan.
“Baiklah, semakin cepat ku kerjakan semakin cepat pula ini akan berakhir, ” gumam pria jangkung itu sembari menarik nafas dalam-dalam.
Kembali diarahkannya kabel di tangan kiri menuju titik sadap JTR. Belum lagi kabel itu menyentuh titik sambungan, tiba-tiba,
“ Jedarrr…!”.
Reflek langsung bereaksi, ditariknya tangan kiri menjauhkan kabel dari jaringan listrik sembari menundukkan kepala. Jantungnya berdegup sangat kencang, kedua tanganpun gemetar, terkejut bukan main. Belum sempat ia mencari tahu apa yang terjadi, kembali terdengar,
“Jedarrr…!”
Kepalanya kembali tertunduk, suara ledakan itu terasa sangat dekat dengan telinga. Setelah beberapa saat tidak terjadi apa-apa, Ali memberanikan diri untuk melihat keadaan sekitar. Belum genap menengok, ia tersentak kaget. Tenggorokannya tercekat, seluruh tubuh terasa kaku, kepala terasa berat, dan pandangan seketika gelap. Beruntung sabuk pengaman masih terikat, dan tiang listrik masih kokoh menahan gempal itu. Di bawah, terlihat Ibud tergeletak dengan tubuh seperti terpanggang, gosong. Tak dinyana, suara petir yang kedua ternyata mengenai temannya.
-=selesai=-
*versi revisi,
“Ah, sial! Tinggal finishing kenapa turun hujan?“ gumam Ali sembari memandang titik-titik hujan menyerbu halaman.
Tangannya menggenggam segulung kabel DX ukuran 2x16 mm², berdiri termangu di teras. Sesaat badannya membungkuk sembari menengadahkan wajah, menyelidik ke ujung tiang listrik. Rona wajah berkulit sawo matang itu menyiratkan kecewa, dan menilik gestur tubuh, memperlihatkan putus asa. Kalau pekerjaan tidak selesai hari ini berarti harus dilakukan esok hari. Dan itu berarti kerugian, karena waktunya akan habis terbuang untuk pulang dan balik lagi hanya untuk menyelesaikan sambungan rumah itu. Ditambah lagi, lokasinya saat ini cukup terpencil dan tidak mudah dijangkau.
Gerimis masih menyelimuti hari, dan Ali meniti satu demi satu anak tangga menuju puncak tiang listrik. Tenggat waktu harus dikejarnya, agar tidak dua kali kerja. Sesampai di ujung tangga, sejenak ia edarkan pandangan sekedar menikmati jatuhan rintik hujan. Ali menarik napas dalam-dalam, sembari mengeluarkan tang kombinasi dari sabuk peralatan. Dengan sangat hati-hati diraihnya ujung kabel kemudian diarahkan pada titik sambungan dengan tangan kiri.
“Hati-hati mas, jangan sampai salah pegang!” teriak Ibud dari bawah bernada penuh kekhawatiran.
Ali tidak menyahut, konsentrasinya terpusat pada pekerjaan.
“Baiklah, semakin cepat ku kerjakan semakin cepat pula ini akan berakhir, ” gumam pria jangkung itu sembari menarik nafas dalam-dalam.
Kembali diarahkannya kabel di tangan kiri menuju titik sadap JTR. Belum lagi kabel itu menyentuh titik sambungan, tiba-tiba,
“ Jedarrr…!”.
Reflek langsung bereaksi, ditariknya tangan kiri menjauhkan kabel dari jaringan listrik sembari menundukkan kepala. Jantungnya berdegup sangat kencang, kedua tanganpun gemetar, terkejut bukan main. Belum sempat ia mencari tahu apa yang terjadi, kembali terdengar,
“Jedarrr…!”
Kepalanya kembali tertunduk, suara ledakan itu terasa sangat dekat dengan telinga. Setelah beberapa saat tidak terjadi apa-apa, Ali memberanikan diri untuk melihat keadaan sekitar. Belum genap menengok, ia tersentak kaget. Tenggorokannya tercekat, seluruh tubuh terasa kaku, kepala terasa berat, dan pandangan seketika gelap. Beruntung sabuk pengaman masih terikat, dan tiang listrik masih kokoh menahan gempal itu. Di bawah, terlihat Ibud tergeletak dengan tubuh seperti terpanggang, gosong. Tak dinyana, suara petir yang kedua ternyata mengenai temannya.
-=selesai=-
*versi revisi,

Tidak ada komentar:
Posting Komentar